Dari bulan November sampai
dengan April, sebagian besar petani cabai
di Brebes akan beralih ke komoditas padi.
Sebab lahan pertanian di sana akan tergenang
air. Bahkan tidak jarang areal pertanian itu
terlanda banjir. Petani Brebes yang pada musim
penghujan tetap bertahan menanam cabai, jumlahnya
hanya sedikit. Sebaliknya, pada bulan-bulan
November sampai dengan April, para petani
lahan kering di pegunungan, justru akan menanam
cabai. Mereka adalah petani tradisional yang
hasil produksinya rendah, atau petani modern
yang menggunakan benih unggul dan mulsa plastik
hitam perak. Tingkat kegagalan petani cabai
tradisional maupun modern di dataran tinggi
ini relatif besar. Penyebab utamanya adalah,
kondisi cuaca musim penghujan, yang memang
tidak ramah terhadap komoditas cabai.
Kegagalan petani tradisional,
kebanyakan disebabkan oleh rendahnya kualitas
benih. Biasanya mereka menggunakan benih buatan
sendiri, yang mutunya tidak sebaik benih impor.
Faktor lain yang menyebabkan kegagalan petani
tradisional adalah, kecilnya tingkat modal.
Rata-rata petani tradisional hanya mengeluarkan
modal di bawah Rp 5.000.000,- per hektar untuk
satu musim tanam. Hingga input pupuk serta
pestisida yang mereka berikan ke tanaman juga
sangat kecil. Akibatnya, tanaman akan mudah
terserang hama dan penyakit, terutama fusarium
dan pseudomonas. Kelebihan para petani tradisional
ini adalah, lahan yang mereka gunakan untuk
bertanam cabai, umumnya masih terbebas dari
cemaran cendawan fusarium dan bakteri pseudomonas.
Meskipun para petani cabai
modern mampu menanamkan modal antara Rp 40.000.000,-
sampai Rp 50.000.000,- per hektar per musim
tanam, namun tingkat kegagalan mereka juga
masih tinggi. Penyebab kegagalan mereka antara
lain adalah, lahan yang mereka gunakan untuk
bertanam cabai, umumnya berada di sekitar
jalan raya. Lahan dengan lokasi demikian,
kebanyakan sudah tercemar cendawan fusarium
dan bakteri pseudomonas. Modal mereka yang
relatif tinggi, di lain pihak juga menuntut
hasil yang tinggi pula. Pada musim penghujan,
umumnya intensitas sinar matahari tidak sebaik
pada musim kemarau. Hingga hasil yang diperoleh
dari budidaya cabai pada musim penghujan,
pasti tidak akan setinggi hasil dari penanaman
pada musim kemarau.
Teknik budidaya para petani
cabai modern umumnya sudah sesuai dengan standar
agribisnis internasional. Mereka menggunakan
benih impor, terutama dari Know You Seed,
Taiwan. Benih unggul ini menuntut penggunakan
mulsa plastik hitam perak yang juga diproduksi
oleh pengusaha Taiwan. Petani cabai kita tidak
pernah tahu, bahwa mulsa plastik hanya digunakan
pada budidaya cabai musim kemarau, dengan
teknik pengairan genangan maupun drip. Kalau
teknik pengairannya dengan penyiraman, maka
mulsa plastik justru akan menjadi penghambat
budidaya. Demikian pula halnya pada budidaya
musim penghujan, mulsa plastik yang berguna
untuk mempertahankan kelembapan tanah (selain
untuk mencegah tumbuhnya gulma), juga akan
tidak berfungsi. Sebab pada musim penghujan,
tanah sudah sangat lembap.
Tingkat kegagalan budidaya
cabai pada musim penghujan yang tinggi ini,
jelas akan memicu tingginya harga cabai pada
musim penghujan pula. Hingga rata-rata harga
cabai antara bulan Desember sampai dengan
Maret akan selalu lebih tinggi dibanding harga
rata-rata antara bulan Juli sampai dengan
Oktober. Itulah sebabnya apabila budidaya
cabai pada musim penghujan mampu menghasilkan
produksi normal, maka keuntungan yang akan
diraih petani, lebih tinggi daripada budidaya
pada musim kemarau. Normalnya, hasil cabai
pada petani tradisional adalah 6 ons per tanaman
per musim tanam (selama periode panen sekitar
3 bulan). Pada pertanian modern 1 kg. per
tanaman per musim tanam. Kalau hasil ini bisa
diraih, maka keuntungan petani akan cukup
baik.
Namun budidaya cabai pada
musim penghujan juga menuntut biaya yang tinggi
pula. Petani tradisional maupun modern, harus
mengeluarkan biaya ekstra untuk pembelian
pestisida. Terutama fungisida dan bekterisida
guna menanggulangi fusarium dan pseudomonas.
Intensitas penyemprotan ini pada puncak musim
penghujan akan sedemikian tingginya. Apabila
pagi hari sekitar pukul tujuh hujan, maka
pukul sembilan harus disemprot. Kalau kemudian
pada pukul sebelas kembali hujan, setelah
hujan reda harus disemprot kembali. Misalnya
pukul dua siang kembali hujan, maka pukul
empat sore harus kembali disemprot. Andaikata
hujan demikian terjadi terus-menerus selama
sekitar satu minggu, maka petani akan bangkrut
karena biaya pestisida tidak mungkin tertanggulangi
lagi dari hasil panen. Namun sebaliknya kalau
tanaman tidak disemprot juga akan mati terserang
penyakit.
Petani, baik petani tradisional
maupun modern, menyiasati kondisi demikian
dengan menaungi bedeng tanaman mereka dengan
plastik bening. Caranya, mereka membuat kerangka
bambu berbentuk melengkung dan memanjang sepanjang
bedengan cabai. Di atas kerangka bambu itu
dipasang plastik bening. Harga plastik bening
demikian (lebar 1,5 m sd 2,5 m), antara Rp
1.000,- sd. Rp 15.000,- per meter tergantung
kualitasnya. Petani yang rajin, akan membuat
konstruksi bambu dan tudung plastik ini bisa
dibuka dan ditutup. Hingga apabila hujan turun
dan juga pada malam hari, tudung plastik akan
ditutupkan. Sebaliknya pada siang hari ketika
panas, plastik dibuka. Hal demikian juga dilakukan
oleh para petani Taiwan untuk tanaman cabai
dan melon. Biaya plastik dan kerangka bambu
ini masih bisa tertanggulangi oleh hasil panen.
Para petani tradisional,
biasanya akan memilih plastik dengan harga
termurah, yakni Rp 1.000,- per m. yang diperkirakan
akan mempu menaungi antara 4 sd. 6 individu
tanaman. Ditambah dengan biaya bambu dan tenaga
kerja, biaya naungan per meternya akan mencapai
Rp 1.200,- Kalau biaya ini dibagi untuk empat
tanaman, maka jatuhnya per tanaman Rp 300,-
Kalau dibagi untuk 6 tanaman, maka jatuhnya
hanya Rp 200,- Biaya ini masih bisa ditutup
oleh hasil panen. Sebab dengan adanya tudung
plastik, maka biaya pestisida bisa diminimalkan.
Meskipun hujan turun terus sepanjang hari
selama satu minggu, tanaman cukup disemprot
sekali guna membebaskannya dari fusarium dan
pseudomonas. Para petani modern yang biasa
menggunakan mulsa plastik hitam perak, tinggal
mengalihkan biaya mulsanya menjadi biaya untuk
tudung. Hingga praktis para petani modern
tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan. Sebab
biaya untuk konstruksi bambu, bisa diambil
dari selisih harga antara plastik bening yang
murah, dengan mulsa hitam perak yang relatif
mahal.
Selain penggunaan plastik
bening sebagai tudung bedeng penanaman, budidaya
cabai pada musim penghujan juga masih perlu
memperhatikan beberapa hal. Pertama, sebaiknya
kita memilih jenis cabai yang relatif tahan
terhadap kelembapan udara. Jenis cabai keriting
misalnya, relatif lebih tahan kelembapan dibanding
dengan cabai merah besar. Lokasi penanaman
juga harus dipilih yang belum tercemar oleh
fusarium dan pseudomonas. Sebagai pedoman,
petani harus tahu betul bahwa petak lahan
tersebut selama paling tidak dua tahun terakhir,
tidak ditanami cabai, terung, tomat, kentang
dll. tanaman sejenis, yang kemungkinan bisa
menjadi sumber penyakit fusarium maupun pseudomonas.
Lahan juga berdrainase cukup baik. Seandainya
lahan terletak di lokasi yang berlereng, juga
tetap perlu dibangun terasering dan saluran
air untuk menghindari genangan. Lahan yang
bernaungan rumpun pisang, albisia atau tanaman
keras lainnya sebaiknya dihindarkan. Sebab
naungan itu akan meningkatkan kelembapan udara
yang potensial memicu datangnya penyakit.
Meskipun harga cabai pada
musim penghujan bisa relatif lebih tinggi
dibanding pada musim kemarau, namun pasokan
yang berlebihan juga akan tetap menjatuhkan
harga. Hingga strategi penanaman perlu dilakukan.
Kalau lahan yang akan ditanami cabai pada
musim penghujan ini mencapai luasan di atas
dua hektare, maka penanaman tidak bisa dilakukan
sekaligus. Secara bertahap lahan dibuka dan
ditanami 2.000 meter per angkatan setiap minggu.
Hingga panen tidak akan terjadi serentak.
Meskipun periode panen cabai dari tanaman
yang seumur pun, akan terjadi secara bertahap
selama sekitar tiga bulan. Namun dengan pentahapan
pola tanam demikian, saat mulai dan akhir
panen bisa diatur hingga hasilnya tidak melimpah
di pasaran. Kalau pada awal November kita
membuka lahan seluas 2.000 m, kemudian disusul
pada minggu berikutnya 2.000 m, maka lahan
dua hektare itu akan habis tertanami pada
pertengahan Januari. Areal penanaman Januari
ini akan habis dipanen pada bulan Mei ketika
harga cabai mulai merosot.
Volume buah cabai hasil penanaman
pada musim penghujan, relatif lebih kecil
dibanding dengan penanaman pada musim kemarau.
Namun bobotnya justru lebih tinggi. Sebab
kadar air buah cabai pada musim penghujan,
memang lebih tinggi dibanding buah yang dihasilkan
pada penanaman pada musim kemarau. Bobot yang
relatif lebih tinggi ini, akan memberikan
dampak keuntungan yang lebih besar bagi para
petani. Kelemahannya, daya tahan buah cabai
hasil penanaman musim penghujan, lebih rendah
dibanding buah cabai hasil panen musim kemarau.
Hingga penanganan pasca panen mulai dari pengemasan
dan pengangkutan, lebih memerlukan perhatian.
Yang jelas, resiko budidaya cabai pada musim
penghujan memang cukup tinggi. Namun resiko
itu juga diimbangi dengan harga yang umumnya
lebih baik dibanding harga cabai pada musim
kemarau.
Sumber : http://www.htysite.com
ijin copas gan,,lagi blajar tani neh
BalasHapusMw Nanya Mas Brow,
BalasHapusMinta Tipsnya Donk,
aapabila Cabe terkena penyaakit TRIPS , Danun Kriting & kuningan ?
Mohon Pencerahannya Mas brow, Thanks